CNN Indonesia
Jumat, 14 Mar 2025 15:57 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah Presiden Amerika Serikat Donald Trump berencana menghentikan pemberian kewarganegaraan berdasarkan kelahiran atau birthright citizenship. Usulan itu disampaikan pemerintah Trump dalam pengajuan banding ke Mahkamah Agung.
Banding ini sebelumnya telah diajukan ke pengadilan-pengadilan yang lebih rendah, termasuk pengadilan banding, namun ditolak. Oleh sebab itu, pemerintahan Trump mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Seorang hakim federal pada Januari mengatakan bahwa permintaan Trump akan hal ini "sangat tidak konstitusional". Seorang hakim di Maryland juga mengatakan bahwa perintah Trump "bertentangan dengan sejarah kewarganegaraan negara kita selama 250 tahun."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama lebih dari 150 tahun, Amerika Serikat menerapkan ius soli alias memberikan kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran. Dengan ini, siapa pun yang lahir di wilayah AS, termasuk Puerto Rico dan Guam, akan menjadi warga negara AS, terlepas dari kewarganegaraan orang tuanya.
Prinsip ini diatur dalam Amandemen ke-14 Konstitusi AS yang berbunyi "All persons born or naturalized in the United States, and subject to the jurisdiction thereof, are citizens of the United States and of the State wherein they reside."
Artinya, semua orang yang lahir atau dinaturalisasi di AS, dan tunduk pada yurisdiksinya, adalah warga negara AS dan negara bagian tempat mereka tinggal.
Pada 1898, sebuah preseden Mahkamah Agung menegaskan pembacaan hukum atas amandemen tersebut serta pengadilan modern belum menunjukkan keinginan untuk meninjau kembali keputusan soal ius soli ini.
Kendati begitu, sejumlah konservatif berpendapat bahwa frasa "tunduk pada yurisdiksi" AS dalam Amandemen ke-14 berarti bahwa kewarganegaraan hanya diberikan kepada orang-orang yang memang tunduk.
Imigran di AS, menurut mereka, tidak termasuk karena mereka tunduk pada yurisdiksi tanah air mereka.
Pengajuan banding ke Mahkamah Agung sendiri tidak secara langsung membahas konstitusionalitas kebijakan tersebut. Namun, lebih kepada agar mendapat izin untuk membatasi cakupan perintah pengadilan, yang telah memblokir keinginan Trump itu.
Pengajuan banding ke MA adalah permintaan yang signifikan karena jika MA setuju, maka Trump dapat menegakkan perintah eksekutifnya terhadap orang-orang yang tidak tercakup dalam gugatan hukum yang sedang berlangsung.
Mahkamah Agung kemungkinan akan memberikan tanggapan atas permintaan Trump ini dalam beberapa hari ke depan.
(dna/bac)