DPR Buka Opsi Batas Atas Syarat Pencalonan Presiden via RUU Politik

1 week ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

DPR membuka opsi untuk memberi ambang batas maksimal atau batas atas dalam syarat pencalonan presiden usai Mahkamah Konstisusi (MK) menghapus ambang batas minimal 20 persen yang selama ini berlaku di pilpres.

Wacana itu menguat dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR membahas omnibus law atau kodifikasi RUU Politik bersama sejumlah pakar dan organisasi pemerhati pemilu, Rabu (26/2).

"Ada kecenderungan, batas atas itu pun perlu dipertimbangkan, tidak hanya batas bawah," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima usai rapat di kompleks parlemen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bima, sapaan akrabnya, menilai ambang batas maksimal pencalonan presiden diperlukan untuk menghindari calon tunggal dalam pilpres. Dia berkaca pada pilpres sebelumnya terkait upaya calon tunggal yang dibentuk secara tidak natural atau berdasarkan intervensi atau tekanan politik tertentu.

Menurut Bima, bukan tidak mungkin ada kekuatan politik yang bisa mengonsolidasikan semua partai sehingga mewujudkan calon tunggal dalam pilpres. Oleh karena itu, kata Bima, aturan batas maksimal dibutuhkan agar hal itu tidak terjadi.

"Kalau batas atas tidak diberi, ternyata toh ada kemampuan partai atau orang yang mengkonsolidasi seluruh kekuatan partai politik sehingga bisa calon tunggal atau hanya dua calon sehingga alternatif calon-calon lain tertutup, ini yang menjadi masalah," katanya.

Bima mengaku tak mempermasalahkan koalisi besar partai dalam pencalonan pilpres, andai hal itu terbentuk secara organik atau berdasarkan visi yang sama. Namun faktanya, kata dia, koalisi besar selama ini dibentuk atas dasar ingin menjegal calon lain.

"Calon tunggal itu juga sangat mungkin selama itu organik loh ya. Ini yang terjadi fakta di lapangan tidak organik, terjadi konspiratif yang memperlemah tadi, memperlemah dari aspek nilai-nilai demokrasi," katanya.

Batas maksimal 40-50 persen

Usulan untuk memberikan ambang batas syarat pencalonan presiden juga diusulkan pemerhati pemilu dari UI, Titi Anggraini. Dia mengusulkan agar ambang batas maksimal bisa di angka 40-50 persen dari gabungan kursi atau suara partai politik.

Menurut Titi, ambang batas diperlukan untuk mencegah dominasi calon atau partai tertentu dalam pilpres.

"Lalu juga usulan ambang batas maksimal gabungan parpol dalam pencalonan presiden dan kepala daerah, yaitu koalisi pencalonan maksimal 40 atau 50 persen, untuk mencegah dominasi kekuatan politik tertentu dan juga terjadinya calon tunggal," katanya.

Selain pilpres, Titi juga mengusulkan agar ambang batas tersebut juga berlaku di pilkada. Usulan itu mencuat menyusul MK yang kini telah menghapus ambang batas presiden dan pilkada.

Putusan MK soal ambang batas pilkada tertuang dalam putusan Nomor 60 /PUU-XXII/2024. Dalam putusan itu, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah bisa dicalonkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

Sedangkan untuk pilpres, MK menghapus 20 persen ambang batas yang selama ini berlaku. Namun, MK memerintahkan rekayasa konstitusional untuk menghindari banyaknya jumlah capres.

"Pemberlakuan ambang batas maksimal untuk koalisi pencalonan 40 atau 50 persen gabungan partai dari total jumlah peserta pemilu untuk mencegah calon tunggal hegemoni dominasi politik tertentu," kata Titi.

(kid/thr)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Perlautan | Sumbar | Sekitar Bekasi | |