BREAKING NEWS
CNN Indonesia
Rabu, 26 Feb 2025 22:51 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Keduanya yaitu Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
"Penyidik telah menemukan bukti cukup bahwa kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana bersama tujuh tersangka yang telah kami sampaikan," ujar Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/2) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul menjelaskan dua orang itu telah diperiksa sejak pukul 15.00 WIB dalam kapasitasnya sebagai saksi. Selanjutnya, penyidik menemukan bukti cukup tentang keterlibatan mereka di kasus korupsi itu.
Penyidik pun langsung menahan Maya dan Edward untuk kepentingan penyidikan. Keduanya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
"Selanjutnya tim penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan," katanya.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka yang terdiri dari empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kemudian SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Selanjutnya MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
(tsa/dis)