PANGANDARAN JAWA BARAT–Polemik rencana penambahan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan wisata pantai timur Pangandaran terus menuai sorotan. Penolakan kali ini datang dari Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Jeje Wiradinata, yang juga mantan Bupati Pangandaran.
Sikap tersebut ia sampaikan dalam Round Table Discussion bertajuk “Pengelolaan Ruang Laut dan Tantangan Wisata Bahari” yang digelar di BSD City, Gedung Hall 3–3A Indonesia Convention Exhibition (ICE), Rabu (17/9/2025) siang. Forum itu mempertemukan akademisi, praktisi, serta pemangku kebijakan dari berbagai daerah.
Dalam pernyataannya, Jeje menegaskan bahwa rencana penambahan KJA dengan total izin seluas 3, 29 hektare berpotensi mengganggu daya tarik wisata bahari. Menurutnya, kepadatan keramba dapat merusak keindahan alam sekaligus menghambat aktivitas wisata air di Pangandaran.
“Saya menolak keras penambahan KJA di laut pantai timur pangandaran. Di pantai timur Pangandaran ini bukan hanya soal budidaya, tetapi keindahan dan daya tarik wisata pun harus diperhatikan...ya karena jika terlalu padat, estetikanya bisa hilang dan wisatanya pun terganggu, ” ujar Jeje.
Selain itu, ia menilai proses penerbitan izin KJA dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kurang melibatkan pemerintah daerah. Menurutnya, koordinasi dan peninjauan lapangan semestinya dilakukan sebelum izin dikeluarkan "katanya".
Perdebatan Panas, Muncul Titik Temu
Diskusi berlangsung dinamis ketika Jeje beradu argumen dengan Prof. Dr. Yudi, Dekan Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Perdebatan tersebut akhirnya mengerucut pada kesepakatan bersama: dilakukan kajian ulang dan peninjauan lapangan.
Hasilnya, luasan KJA yang semula tercantum dalam izin sebesar 3, 29 hektare, disepakati dibatasi hanya 2.400 meter persegi.
Sementara, Prof. Yudi menambahkan, kajian akademis terkait titik koordinat KJA sebenarnya sudah dilakukan oleh timnya. Namun, ia membuka ruang dialog apabila diperlukan perubahan lokasi atau pergeseran titik.
“Analisa akademis sudah ada. Tapi jika memang diperlukan penyesuaian, tentu harus dibicarakan bersama agar semua pihak merasa dilibatkan, ” kata Prof. Yudi.
Menurut Prof Yudi, kesepakatan ini dinilai menjadi momentum penting untuk menjaga keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan estetika wisata di Pangandaran. Forum diskusi tersebut diharapkan menjadi landasan kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, serta kementerian terkait dalam merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan pesisir secara berkelanjutan.
Dengan demikian, perdebatan mengenai KJA tidak hanya menjadi polemik semata, tetapi juga membuka jalan menuju kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan bersama masyarakat, nelayan, dan dunia pariwisata "ujarnya".(*)