Krisis Pewaris Takhta, Pangeran Kekaisaran Jepang Masih Ogah Menikah

1 week ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Pangeran Hisahito dari Kekaisaran Jepang yang kini berusia 18 tahun mengatakan pernikahan belum menjadi prioritasnya saat ini.

Padahal, ia merupakan salah satu pewaris takhta kekaisaran Jepang dan merupakan satu-satunya putra dari Putra Mahkota Akishino (59). Akhishino merupakan adik dari Kaisar Naruhito (65) dan Putri Mahkota Kiko (58).

Menurut Hisahito, masih terlalu dini baginya untuk mempertimbangkan pernikahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Soal pernikahan, saya belum memikirkan secara mendalam kapan waktu yang tepat atau siapa pasangan ideal saya," kata Pangeran Hisahito kepada wartawan pada Senin (3/3) seperti dikutip AFP.

Pernyataan Hisahito itu muncul kala dirinya merupakan harapan terakhir keluarga kekaisaran Jepang untuk mempertahankan monarki dalam jangka panjang, kecuali aturan suksesi diubah.

Dalam aturan kekaisaran Jepang saat ini, hanya laki-laki yang diperbolehkan naik takhta Kekaisaran Jepang.

Sementara itu, perempuan dalam garis pewaris takhta juga bakal kehilangan status kerajaan jika menikahi rakyat biasa. Anak-anak mereka juga otomatis tidak memiliki gelar bangsawan.

Kelangkaan pewaris kekaisaran Jepang ini terjadi lantaran Putri Aiko (23) yang merupakan putri dari Kaisar Naruhito tidak dapat menggantikan sang ayah karena dirinya merupakan perempuan.

Konferensi pers pertama Hisahito

Dalam konferensi pers yang tidak dihadiri media asing tersebut, Pangeran Hisahito juga mengungkapkan hobinya, seperti mengamati serangga dan tanaman, serta menanam sayuran dan padi di waktu luangnya.

Ia juga menyatakan keprihatinannya terhadap dampak perubahan iklim terhadap kehidupan masyarakat.

"Saya merasa gugup berbicara di depan Anda semua," ujarnya.

Hisahito mempertimbangkan kemungkinan untuk belajar di luar negeri, seperti anggota keluarganya yang lain. Ia bertekad untuk menjalankan perannya di keluarga kekaisaran sebaik mungkin.

"Sebagai anggota muda keluarga kekaisaran, saya bertekad untuk menjalankan peran saya," kata sang pangeran.

Keluarga Kekaisaran Jepang, yang menurut legenda memiliki sejarah lebih dari 2.600 tahun, secara resmi melepaskan status ketuhanannya setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.

Sejak itu, Kekaisaran Jepang hanya menjadi simbol negara, tetapi tidak memiliki kekuasaan politik.

Kaisar Emeritus Akihito, yang turun takhta pada 2019 karena usia dan kesehatannya yang menurun, dianggap berjasa dalam memodernisasi institusi kekaisaran.

Pada 2024, parlemen Jepang mulai membahas kemungkinan pelonggaran aturan suksesi yang ketat. Sebuah survei Kyodo News menemukan bahwa 90 persen publik mendukung perempuan sebagai pewaris takhta.

"Menjaga stabilitas jumlah anggota keluarga kekaisaran adalah isu yang sangat mendesak," kata Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada Oktober, menyerukan perdebatan yang lebih aktif mengenai hal ini.

Namun, perubahan ini menghadapi penolakan kuat dari anggota parlemen konservatif yang menganggap keluarga kekaisaran sebagai simbol ideal dari sistem patriarki Jepang.

Pada Oktober, sebuah komite PBB merekomendasikan agar Jepang "menjamin kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam suksesi takhta" sesuai dengan praktik terbaik di monarki lain.

Jepang menolak rekomendasi tersebut, dengan alasan bahwa hak suksesi takhta tidak terkait dengan hak asasi manusia atau diskriminasi gender.

Pada Januari, Jepang bahkan menghentikan pendanaan untuk komite hak perempuan PBB dan menangguhkan kunjungan salah satu anggotanya sebagai bentuk protes terhadap isu ini.

(rds)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Perlautan | Sumbar | Sekitar Bekasi | |