Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang terpidana kasus pembunuhan Brad Sigmon (67) telah dieksekusi oleh regu tembak di South Carolina, Amerika Serikat (AS). Hukuman tembak mati ini menjadi yang pertama kali di AS sejak 2010.
Eksekusi dilakukan oleh Departemen Pemasyarakatan South Carolina pada Jumat (7/3). Ini merupakan hukuman tembak mati keempat di AS sejak hukuman mati diberlakukan kembali pada tahun 1976.
Sigmon sendiri yang memilih tembak mati daripada dua metode eksekusi lain yang disetujui negara, yaitu suntik mati atau kursi listrik. Dia dinyatakan meninggal oleh seorang dokter pada pukul 18.08 waktu setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sigmon dihukum atas kematian orang tua mantan pacarnya pada 2001. Setelah pembunuhan tersebut, Sigmon menculik mantan pacarnya di bawah todongan senjata, tetapi dia berhasil melarikan diri.
Dalam pernyataan terakhir yang disampaikan oleh pengacaranya, Sigmon mengajak orang-orang untuk menghentikan hukuman mati.
"Saya ingin pernyataan penutup saya adalah pernyataan yang penuh dengan kasih dan panggilan bagi sesama umat Kristiani untuk membantu mengakhiri hukuman mati," katanya, dikutip dari CNN.
Dia juga mengutip beberapa ayat Alkitab yang menekankan pengampunan dan hukum.
"Tidak ada satu pun ayat dalam Perjanjian Baru yang memberikan kewenangan kepada manusia untuk membunuh orang lain," katanya.
Salah satu pengacara Sigmon, Gerald "Bo" King, mengatakan tak lama setelah eksekusi, bahwa kematian kliennya sangat mengerikan dan kejam.
"Dia memilih regu tembak dengan mengetahui bahwa tiga peluru akan menghancurkan tulang-tulangnya dan menghancurkan hatinya," ujar King dalam sebuah pernyataan.
"Tapi itulah satu-satunya pilihan yang dia miliki, setelah tiga eksekusi yang dilakukan oleh negara dengan suntikan mematikan menyebabkan kematian yang berkepanjangan dan berpotensi menyiksa orang-orang yang dia cintai seperti saudara," tambahnya.
King menggambarkan Sigmon sebagai seorang pria yang telah mengabdikan dirinya pada keyakinannya, dan pada pelayanan untuk semua orang di sekelilingnya.
Sigmon tidak memilih suntik mati, karena negara telah gagal memberikan informasi tentang obat yang digunakan dalam suntikan mematikan tersebut.
"Brad hanya ingin jaminan bahwa obat-obatan tersebut tidak kadaluarsa, atau diencerkan, atau rusak - hal yang kita semua ingin ketahui tentang obat yang kita minum, atau makanan yang kita makan, apalagi cara kematian kita," kata King.
Lebih lanjut, Sigmon menjadi orang tertua yang dieksekusi mati oleh AS.
(loam/agt)