Petani Pakistan Gelar Protes Massal Tolak Skema Pertanian Korporat

1 day ago 18

Jakarta, CNN Indonesia --

Serangan terhadap konvoi putri Presiden Pakistan oleh sekelompok pengunjuk rasa merupakan puncak kemarahan membara di kalangan petani, kelompok masyarakat sipil, dan bahkan politisi lokal terhadap rencana pertanian korporat di negara tersebut.

Rencana pertanian korporat berada di bawah Green Pakistan Initiative (GPI), sebuah strategi ekonomi yang digerakkan Angkatan Darat Pakistan, yang oleh rakyat dianggap sebagai instrumen perampasan tanah secara paksa, dan penindasan serta pertanda kerusakan pertanian serta lingkungan.

Di bawah GPI, tanah akan diambil alih dari petani tanpa persetujuan mereka. Hal ini telah mengguncang para petani di seluruh Pakistan, mendorong mereka untuk bersatu dan mengadakan aksi protes bersama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam salah satu pertemuan, para petani menentang GPI dengan mengatakan bahwa kebijakan pertanian korporat akan membuat mereka kehilangan tanah dan membahayakan kelangsungan hidup mereka.

"Kami menolak pertanian korporat, yang merupakan racun mematikan bagi para petani, pekerja pertanian, dan petani skala kecil," kata mereka, seperti dikutip dari Al Arabiya, Selasa (3/6).

"Kebijakan ini dirancang untuk menghancurkan hidup kita, untuk mengisi kantong kelas kapitalis dan militer yang memimpin inisiatif ini," ungkap para petani.

Gelombang demonstrasi terhadap pertanian korporat telah terjadi di seluruh Pakistan. Aksi protes semakin serius dan keras, karena pemerintah terus mengabaikan atau menekan aksi tersebut.

Para pengunjuk rasa pernah membakar rumah Ziaul Hassan Lanjar, menteri dalam negeri provinsi Sindh, setelah dua pengunjuk rasa tewas dalam aksi protes damai.

Demonstran mengklaim bahwa polisi menolak menyerahkan jenazah korban kepada keluarga sebagai bagian dari penindasan, bahkan ketika polisi terus melakukan penggerebekan terhadap para pengunjuk rasa.

"Penghilangan paksa, penyiksaan, dan laporan polisi telah berlangsung lama, tetapi perampasan jenazah adalah tindakan biadab yang dilakukan oleh pemerintah provinsi," kata Riaz Ali Chandio, salah satu pemimpin pengunjuk rasa.

Pemerintah Pakistan menyebut aksi protes tersebut sebagai peristiwa "terorisme" dan terus melayangkan laporan polisi terhadap para pemimpin, aktivis, dan bahkan penulis berdasarkan undang-undang antiterorisme.

Risiko kerusakan lingkungan

Mengkritik mengenai adanya "tindakan berlebihan dari negara," surat kabar Dawn menyatakan kekhawatiran atas tindakan pemerintah yang menargetkan kaum intelektual dan pengunjuk rasa damai dengan melibatkan mereka di bawah undang-undang penghasutan.

"Penting bagi pemerintah provinsi Sindh untuk mendengarkan konstituennya dan menanggapi kekhawatiran mereka. Penangkapan dan tindakan keras hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah," ungkap editorial Dawn.

Para pemimpin unjuk rasa menolak untuk menyerah pada tindakan represif pemerintah Pakistan seiring semakin banyaknya rencana aksi protes. Mereka mengatakan pertanian korporat dilakukan hanya untuk menguntungkan elite penguasa dan pejabat Angkatan Darat.

Dewan Fasilitasi Investasi Khusus (SIFC) yang dikelola militer Pakistan akan menyediakan sekitar 4,8 juta hektar tanah untuk investor asing atau perusahaan yang berafiliasi dengan militer.

Selain masalah pertanian, rencana pertanian korporat akan menyebabkan kerusakan lingkungan karena akan mengubah aliran sumber air yang penting, ucap Farooq Tariq, Sekretaris Jenderal Komite Pakistan Kissan Rabita, sebuah jaringan yang terdiri dari 26 organisasi petani kecil.

Bukti awal dari GPI menunjukkan bahwa pertanian korporat lebih menguntungkan orang-orang elite karena sekitar 900.000 hektare lahan telah dialokasikan untuk perusahaan swasta, termasuk yang terkait dengan Angkatan Darat Pakistan.

Hal ini menyebabkan marginalisasi populasi pertanian yang sudah rentan karena petani kecil dan masyarakat tanpa tanah terusir, kata Zainab Sabzwari, ekonom perilaku dan analis kebijakan publik.

"Di tempat-tempat seperti Cholistan dan Arifwala, penggusuran paksa dan intimidasi yang didukung negara telah memicu perlawanan, yang dilihat oleh penduduk setempat sebagai perampasan tanah yang disamarkan sebagai modernisasi," katanya.

Mengorbankan integritas masional

Sejumlah pihak menyalahkan pemerintah Pakistan dan Angkatan Daratnya karena secara paksa merampas tanah petani dengan kedok solusi untuk kerawanan pangan dan keterbelakangan pedesaan.

Profesor Khalid Memon, ekonom pertanian di Universitas Sindh, mengatakan bahwa pertanian korporat bertujuan untuk membangun usaha pertanian korporat skala besar, meski hal itu menimbulkan ancaman eksistensial bagi petani.

"Itu bukan pembangunan; itu perampasan," tegasnya.

"Tanah tersebut diserahkan kepada perusahaan-perusahaan raksasa, yang banyak di antaranya didukung oleh tokoh politik atau konsorsium yang terkait dengan militer. Ini bukan tentang makanan-ini tentang kekuasaan," sambung Memon.

Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan Asim Munir memimpin SIFC dan GPI, yang memainkan peran penting dalam pertanian korporat. Skema ini melibatkan pembangunan kanal, akuisisi lahan, dan menarik investor asing. Selama ini, Pakistan telah meminta investasi hingga USD6 miliar dari negara-negara Teluk untuk pertanian korporat.

Ammar Ali Jan, pemimpin Partai Haqooq-e-Khalq (HKP), menyebut GPI sebagai skema "antipetani" dan menyalahkan pemerintah karena "menjual sumber daya negara dan mengorbankan integritas nasional."

Menyindir Angkatan Darat Pakistan, Jan mengatakan GPI adalah "penipuan" yang mempromosikan "kepentingan militer di atas kehidupan petani."

(tim/dna)

Read Entire Article
Perlautan | Sumbar | Sekitar Bekasi | |