Jakarta, CNN Indonesia --
Lebih dari 2.000 orang diduga tewas dalam pembantaian massal di Kota El-Fasher, Sudan barat, sejak ibu kota negara bagian Darfur Utara itu direbut paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF).
El-Fasher jatuh ke tangan kelompok paramiliter RSF pada Minggu (26/10) setelah 18 bulan dikepung. Selama pengepungan tersebut RSF memblokir masuknya makanan dan kebutuhan pokok bagi ratusan ribu warga sipil yang terjebak di dalam kota El-Fasher.
Dilansir Al Jazeera, RSF merebut El-Fasher yang selama ini menjadi "benteng terakhir" Angkatan Bersenjata Sudan (Sudan Armed Forces/SAF) di wilayah Darfur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
SAF menyebut pembantaian massal yang dilakukan pasukan RSF menyebabkan sekitar 2.000 orang tewas, sementara Jaringan Dokter Sudan menduga sebanyak 1.500 orang telah tewas.
Dalam video yang dibagikan dan diverifikasi oleh lembaga verifikasi Sanad, terekam aksi brutal pasukan RSF mengeksekusi dan menyiksa orang-orang. Bahkan RSF disebut kerap merekam aksi mereka sendiri saat melakukan kekejaman terhadap warga sipil.
Pada Senin (27/10), Komandan SAF dan pemimpin de facto Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengumumkan bahwa pasukannya telah ditarik dari El-Fasher untuk menyelamatkan penduduk dari "penghancuran sistemik dan pembunuhan sistemik warga sipil" oleh RSF.
"Kami bertekad untuk membalas dendam atas apa yang terjadi pada rakyat kami di El-Fasher," kata al-Burhan.
Sementara itu Pemimpin RSF Mohammed Hamdan "Hemedti" Dagalo mengeklaim pihaknya berupaya untuk "menyatukan Sudan" di bawah demokrasi sejati.
Dia juga menyebut siapa pun yang terbukti melakukan kejahatan terhadap warga sipil "akan dimintai pertanggungjawaban".
Kelompok medis dan hak asasi manusia Sudan mengatakan RSF melakukan pembunuhan massal. menahan warga sipil, dan menyerang rumah sakit.
Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan lebih dari 26 ribu orang telah mengungsi dari El Fasher dalam dua hari, berjalan kaki menuju Tawila yang berjarak 70 kilometer. Sementara itu sekitar 177 ribu warga sipil diduga masih terjebak di dalam wilayah El Fasher.
RSF yang awalnya dibentuk sebagai "Janjaweed" merupakan kelompok bersenjata suku nomaden yang mendukung kepemimpinan Presiden Omar al-Bashir yang berkuasa sejak Perang Darfur pada 2003.
Janjaweed dituduh menargetkan suku-suku yang memberontak dan menetap, dengan korban jiwa diduga mencapai 100 ribu hingga 300 ribu orang. Pada 2013, al-Bashir meresmikan Janjaweed sebagai RSF dengan 100 ribu anggota.
Namun RSF justru menggulingkan al-Bashir selama pemberontakan rakyat tahun 2019. Pada tahun 2021, RSF bersekutu dengan SAF untuk menggulingkan Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok, yang mengakhiri pemerintahan transisi sipil-militer.
Namun ketegangan meningkat antara Hemedti dan al-Burhan mengenai kapan RSF akan bergabung dengan SAF, dan kelompok mana yang akan memimpin, yang mengakibatkan pecahnya perang pada tanggal 15 April 2023.
Perselisihan utamanya adalah siapa yang akan memimpin negara, lantaran SAF menuntut agar RSF terintegrasi sepenuhnya ke dalam jajaran dan struktur komandonya.
(dna)

 9 hours ago
                                4
                        9 hours ago
                                4
                    













































