Jakarta, CNN Indonesia --
Staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Lima, Peru, Zetro Leonardo Purba, tewas ditembak orang tak dikenal di Distrik Lince pada Senin (1/9) malam.
Saat itu, Zetro tengah bersepeda di sekitar apartemen tempat tinggalnya. Ia ditembak tiga kali hingga meninggal dunia di lokasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Zetro.
"Pada pagi hari ini kami mendapatkan berita duka dari Lima. Seorang pegawai Kemlu RI saudara Zetro Leonardo Purba beberapa jam yang lalu meninggal dunia di Lima karena ditembak oleh orang tidak dikenal," kata Sugiono dalam video resmi.
Kasus ini kembali menyoroti tingginya tingkat kriminalitas di Lima. Berdasarkan data Numbeo, indeks kejahatan di ibu kota Peru tersebut mencapai 70,18 dengan indeks keamanan 29,82.
Tingkat kriminalitas bahkan dikategorikan sangat tinggi untuk sejumlah kasus, antara lain indeks kejahatan dengan kekerasan seperti penyerangan dan perampokan bersenjata (81,14) serta permasalahan vandalisme dan pencurian (75,19).
Kekhawatiran masyarakat juga cukup besar. Survei menunjukkan warga merasa cemas terhadap kemungkinan dirampok (77,86), mobil dicuri (65,50), atau barang hilang dari kendaraan (69,55). Selain itu, persepsi masyarakat bahwa kejahatan meningkat dalam lima tahun terakhir juga sangat tinggi (84,14).
Fenomena kriminalitas di Peru belakangan ini memicu langkah serius pemerintah. Presiden Dina Boluarte bahkan memberlakukan status darurat selama 30 hari di Lima dan provinsi Callao pada 18 Maret lalu.
Kebijakan ini memungkinkan militer dikerahkan di jalanan serta membatasi hak-hak konstitusional, termasuk kebebasan bergerak dan berkumpul.
Langkah darurat itu dipicu kasus pembunuhan penyanyi Paul Flores, anggota orkestra cumbia Armonía 10, yang ditembak setelah bus rombongan band-nya diserang kriminal. Insiden tersebut memicu kemarahan publik karena kelompok musik itu sebelumnya juga pernah mengalami pemerasan.
Data Kepolisian Nasional Peru menunjukkan ada 19.432 laporan pemerasan sepanjang 2023, sementara pada awal 2024 sudah terjadi 459 kasus pembunuhan terkait kekerasan perkotaan, jumlah tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah Peru membentuk serangkaian kebijakan baru melalui Dewan Keamanan Warga Nasional (Conasec) 2025.
Beberapa di antaranya yakni sidang permanen untuk memantau strategi pemberantasan kejahatan, peningkatan anggaran kepolisian, reformasi sistem penjara, pengendalian imigrasi, hingga rencana wajib militer dan polisi.
Meski demikian, sejumlah pengamat menilai langkah tersebut berisiko tidak efektif tanpa strategi komprehensif.
Seorang tokoh keamanan, Liendo, mengingatkan bahwa "respons efektif tidak dapat dibangun dengan institusi yang tengah mengalami krisis.
(zdm/bac)