CNN Indonesia
Selasa, 11 Mar 2025 20:40 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan siap menghadapi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebagai seorang pengacara.
Dalam wawancara eksklusif dengan GMA Network pada Selasa (11/3) menjelang kepulangannya ke Filipina, Duterte mengatakan bahwa ia akan menghadapi ICC jika memang dipanggil. Duterte juga menegaskan tak akan kabur ke negara lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya akan mengatakan bahwa saya bukan benar-benar akan muncul, tetapi saya akan menangani masalah ini secara langsung sebagai seorang pengacara," kata Duterte kepada GMA Network, Selasa (11/3).
Pada kesempatan itu, Duterte juga menyatakan bahwa dirinya tak menyesali apa yang telah dilakukannya dalam memberantas narkoba di masa lalu.
Dia juga menepis spekulasi soal kepergiannya ke Hong Kong selama akhir pekan kemarin yakni bukan untuk menghindari penangkapan.
Dalam wawancara itu sendiri Duterte masih berada di Hong Kong. Dia ada di Hong Kong untuk menghadiri acara yang diselenggarakan para ekspatriat Filipina dan pendukungnya di sana.
"Kemungkinan saya ditangkap justru lebih besar ketika saya berada di sini di Hong Kong. Saya di sini sebagai pengunjung. Kami tidak menikmati hak istimewa apa pun di sini," ucapnya.
"Jika saya memang bersembunyi, saya tidak akan bersembunyi di tempat lain. Saya akan bersembunyi di Filipina. Anda tidak akan melihat saya di sana," lanjut Duterte.
Duterte ditangkap sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Manila dari Hong Kong, Selasa. Ia langsung digiring ke ruang tahanan untuk menjalani pemeriksaan.
Penangkapan itu terjadi setelah polisi Filipina menerima surat perintah penangkapan Duterte dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Sejak 2021, ICC menyelidiki Duterte atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam operasi antinarkoba Filipina di masa pemerintahan dia.
Menurut catatan kelompok pembela hak asasi manusia, operasi antinarkoba itu menewaskan 12.000 hingga 30.000 orang dengan puncak kematian terjadi selama 2016 dan 2017. Data kepolisian sementara itu mencatat angka yang lebih kecil yakni lebih dari 6.200 jiwa.
Kelompok pembela HAM melaporkan bahwa selama periode itu, ribuan pengguna narkoba dan pedagang kecil tewas dibunuh secara misterius oleh penyerang tak dikenal.
(bac/blq)